Siapa Menyangka Ada Bapak Bangsa Indonesia Dibalik Sejarah Halal Bihalal?

- Minggu, 30 April 2023 | 11:40 WIB
sejarah halal bihalal  (Dinia Rini Adityanti Bintari )
sejarah halal bihalal (Dinia Rini Adityanti Bintari )

BRITAKAN.COM - Merayakan lebaran adalah saat yang paling dinanti-nantikan seluruh umat muslim setiap tahunnya di Indonesia bahkan dunia. Setelah satu bulan penuh menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan, umat muslim merayakan Idul Fitri sebagai Hari Kemenangan. Perayaan Idul Fitri atau Lebaran di Indonesia biasanya diisi dengan acara Halal Bihalal. Bagaimana sejarah halal bihalal itu ? 

Halal Bihalal berasal dari bahasa arab, menurut pakar tafsir Al Quran Quraish Shihab, kata halal diambil dari kata halla atau halala yang bermakna menyelesaikan masalah atau kesulitan, meluruskan benang kusus atau mencairkan kebekuan serta melepaskan ikatan yang membelenggu. 

Halal Bihalal ternyata memiliki sejarah tersendiri yang melibatkan sejumlah tokoh nasional termasuk bapak bangsa. Begini kisahnya...

Secara tradisi, halal bihalal sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak jaman kerajaan di Jawa. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara 1 (1757 – 1795 ) menyelenggarakan pertemuan dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana, setelah Idul Fitri. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. Namun saat itu belum bernama halal bihalal

Pada tahun 1948, tepatnya pada pertengahan bulan Ramadhan, seorang ulama bernama KH. Abdul Wahab Hasbullah, yang dikenal sebagai pendiri NU, dipanggil Presiden Sukarno ke Istana Negara. Ia diminta memberikan pendapat dan saran untuk mengatasi situasi politik Indonesia yang sedang terancam perpecahan akibat pertengkaran para elit politik. Apalagi saat itu juga tengah berkecamuk sejumlah pemberontakan di sejumlah daerah seperti DI/TII dan PKI Madiun.

Kyai Wahab menyarankan kepada sang bapak bangsa Indonesia itu untuk menyelenggarakan silaturahmi, apalagi sebentar lagi adalah Hari Raya Idul Fitri dimana seluruh umat Islam disunahkan bersilaturahmi. Namun Bung Karno menjawab,”silaturahmi kan sudah biasa, saya ingin istilah lain.”
 
Selanjutnya Kyai Wahab mengatakan, "Itu gampang, begini...para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu dosa, haram, maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk satu meja, untuk saling memaafkan, saling menghalalkan." Oleh karena itu dipakailah istilah halal bihalal. Setelah itu Bung Karno mengundang para elit politik untuk bersilaturahmi saat lebaran dengan menggunakan istilah halal bihalal

Oleh karena tradisi halal bihalal dimaknai sebagai bentuk menyambungkan kembali apa yang terputus dan bisa diartikan menyambungkan kembali hubungan antar manusia, maka sangat penting maknanya sehingga dilestarikan. Tidak hanya umat islam, halal bihalal bisa dilangsungkan jika diantara keluarga ada yang berbeda agama dan keyakinan. Sebab dalam interaksi sosial, tanpa melihat keberagaman di masyarakat, pasti bisa terjadi kesalah pahaman, konflik, ketidak-akuran, pertengkaran, dll sehingga perlu untuk diperbaiki agar kedamaian selalu ada dalam kehidupan manusia. 

 

Editor: Dinia Rini Adityanti Bintari

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Resep Tumis Pare Teri, Sipahit yang Lezat

Kamis, 7 September 2023 | 13:13 WIB

Tiga Resep Masakan Oncom Khas Sunda

Selasa, 8 Agustus 2023 | 17:05 WIB

Mendulang Rejeki dari Eceng Gondok

Rabu, 19 Juli 2023 | 10:51 WIB

Tips Merawat Rambut Dengan Alpukat

Sabtu, 15 Juli 2023 | 10:16 WIB

Rahasia yang Bisa Membuat Wajah Glowing

Rabu, 12 Juli 2023 | 23:53 WIB

Benarkah Mandi Malam Berbahaya ?

Rabu, 12 Juli 2023 | 22:17 WIB

Bahaya Paparan Asap Rokok, Stop Merokok!

Sabtu, 8 Juli 2023 | 07:49 WIB

Terpopuler

X